Aku memiliki seorang sahabat
yang sudah jelas aku sayangi, meski memang aku lebih mencintai sahabatku yang
lain. Aku sudah mengenalnya 8 tahun lebih mungkin, aku lupa detailnya. Dia
sahabatku, salah satu tokoh dalam kisah ini, yang slalu menemani ku. Selama
bersama dia, kalian dapat memanggilnya Dany. Itu panggilan kesayangannya.
Sampai saat ini aku masih ragu dia sahabatku atau bukan, hahhaaa... Ya, kalian
yang membaca kisah ini, anggaplah aku ini sangat mencintainya. Ini kisah kami
Di Kantin sebuah Kampus. (1
tahun sebelum kejadian)
“Kulitnya bersih dan putih,
serta jelas dia punya badan yang atletis. Semua orang tau itu. Lagi pula dia
terlalu sempurna untuk sekedar dipuji, bodoh!” Ujar Dany. “Lalu apa yang akan
kamu lakukan , jika dia ada dihadapanmu sekaran, Ra?” lanjutnya dengan penuh
prasangka.
“Aku ndak tahu, dan aku pun
tidak mau kau tahu, Jadi jangan banyak bertanya. Segera, habiskan makananmu,
setelah itu kita kesana!” Aku jawab pertanyaannya dengan tanpa ekspresi.
“Ayolah, Ra! Kita kan sudah
sahabatan lama Ra..” Dany mengoda ku.”8 tahun, kita juga sempat terpisah pula.”
Aku meminum jus alpukat segar, itu kesukaanku.”Ahh, iya! Kamu benar juga, Ra.
Kenapa selalu kau katakan itu padaku? anggaplah aku ini teman sejak lahir mu.
Hehehe..”Dia akhirnya terkekeh sendiri. “ Ah, oke. Baiklah” aku katakan paDanya
dengan nada tanpa ekspresi pula, namun sedikit memberikan rasa peduli, memang Dany
itu sahabatku sejak kecil. Hanya saja, aku tidak pernah mengungkapkan rasa
sayang pada Dany secara terbuka. Sebelumnya, akan kucerikan kisah persahabatan
yang sederhana antara aku dan Dany.
Dia masih dalam hatiku, sampai saat ini.
Belum pernah sedikitpun aku melupakannya. Namun, aku tak pernah bisa
menyentuhnya apalagi mendapatkannya, tuhan. Aku lakukan apa yang bisa aku
lakukan untuknya, demi kesenangan dan senyumnya. Aku lakukan yang terbaik!
Meski jauh dAri pengetahuannya, ada satu hal yang belum dia ketahui, bahwa aku
amat mencintainya. Tapi pada kenyataannya, dia tak sedikitpun menatap kembali
harapan itu, dia tak pernah melakukan itu untuk ku, bahkan sedikitpun tidak.
(potongan sebuah catatan)
***
Setahun silam, sore hari ketika aku tengah berada dalam kesepian yang
amat sangat, bukan karena tidak ada gebetan yang menemani ku, tapi karena
memang di rumah sedang tidak ada orang tua ku , aku ini anak tunggal, pak
Rustam, supir Papa juga ikut, biasannya beliau juga yang menemani
berbincang-bincang kalau Papa dan Mama sedang tidak ada dirumah. Tapi pada sore
itu, ada keajaiban yang aku dapat! Serius ini! Setelah kebingungan dengan apa
yang akan aku lakuakan, akhirnya aku kembali ke kamar dengan menaiki 37 anak
tangga, lelah.
Ada pesan masuk diponsel ku. Sempat tak ku pedulikan, tetapi setelah
melihat dAri jarak sekian, yang kubaca adalah ‘Tirta’. “Oh? Tirta? sms? baca baca!” Tak pakai lama untuk segera membuka pesan, lumayan disms Tirta.
Sangat berharap aku disms Tirta, bukan hanya aku mungkin, tapi
perempuan-perempuan dikelas ku juga pasti berharap sekali bisa disms Tirta
meski untuk sesekali saja. Meski isi pesan Tirta tadi amat sederhana, aku tidak
peduli, isi pesannya hanya ‘Mba?’, yap! singkat jelas dan padat, jelas dong, dia
mengirim pesan itu bukan karena ingin memesan makanan, apalagi memesan
barang-barang elektronik, memangnya aku ini apa. Orang-orang biasa memanggilku
seperti itu. Ya ndak lama-lama deh aku segeramembalas. ‘iya,masTirta. Ada apa?’’ setelah beberapa saat aku baru sadar, karena terlalu bersemangat
membalas pesan dAriTirta, sampai aku lupa memberi spacing. Maklumi ya..
Semakin lama, pesan itu semakin banyak, satu persatu, menjadi dua
puluh satu, berjam-jam kami saling bertukar pesan. Isi pesan kami menjadi seru
dan menArik untuk diteruskan. Ini menjadi suatu kejadian yang apik, penuh
semangat dan canda. Aku jadi terfokus dengan ponsel dibanding dengan buku-buku
disampingku. Mengapa aku sangat bersemangat? Karena dia adalah Tirta.. biar
kujelaskan alasannya, pertama, Tirta adalah sosok laki-laki yang memang aku
kagumi, yang kedua, Tirta sulit dipercaya, seorang Tirta mau dan dengan sungkan
meladeni setiap pesan pesan yang ku kirim untuknya. Hahhahaa... rasannya mimpi
ku menjadi kenyaataan, yang ketiga, kalau aku menceritakan hal ini kepada Dany,
dia pasti amat terkejut dan bakal menjadi perbincangan yang membuatnya tertArik.
Demi apapun aku amat tidak percaya sampai saat ini, kalau Tirta menyenangkan
seperti itu. Selama ini, dia hanya menghubungiku karena ada tugas, atau dia
butuh sesuatu informasi dAri ku, itu saja, cukup. Dia tidak banyak
memperlihatkan kepedulian kepada orang lain meski kepada sahabatnya sendiri. Tirta,
dia laki-laki yang difavoritkan dikelas, bukan hanya oleh siswi-siswi, bahkan
bapak ibu guru pun ikut menspesialisasikannya, dia itu hampir sempurna, amat
ideal.
***
“Dany? percaya
ndak? Tirta sms Tiara semalam!” Aku penuh ekspresi saat membicarakan itu. “Iya? Demi apa?” Dany
menanggapi ku dengan setengah peduli dan tidak.Datar banget deh ekspresinya. “Tapi, saya sih percaya aja ama kamu Ra.
Terus, udah ketemu langsung? Gimana tuh aslinya?” Tambahnya. “Belum ketemu lah
Dan. Lagi pula kalau ketemu, aku gerogi sekali!” Aku membalasnya, lalu
melanjutkan, “Tapi, kenapa ya, apa alasannya dia tiba-tiba melunak seperti
itu?” “udah deh, syukuri saja. Itu mau mu juga kan Ra?” tanyanya. “He’em” aku
kembali ketempat duduk ku.
Selanjutnya, jam pertama dimulai. Ketika ku amati, Tirta tengah duduk
di kursinya dengan amat tenang dan sesekali tersenyum karena ulah teman
sebelahnya yang menggodannya, entah apa yang temannya katakan, tapi dia tidak
terganggu sedikitpun, dia tetap menatap buku-bukunya itu. Sesekali dia
tersenyum, amat menawan ketika senyum-senyum itu berkembang. Dia tidak menoleh
1o pun. Aku mencoba mencAri cara agar aku mampu meliriknya tanpa
dilihat orang lain. Tapi untuk apa aku lakukan itu? Padahal sebelumnya aku
tidak peduli meski Tirta duduk disebelahku. Entah kenapa, ini pasti efek
semalam. Tapi bagaimana menurut kalian? Ini pasti wajarkan? Iya, ini wajar.
Ketika aku tengah menunduk anggun di kursi ku, karena ada soal-soal
matematika yang harus aku hadapi, aku amat muak dengan itu. Setelah beberapa
saat,aku terkejut setengah mati, “Ra, yang ini bisa ngga?” ketika aku mendongakan
kepala, dengan pensil yang masih terselip ditelinga kanan ku, sebagian rambut
menutupi wajahku, pasti berantakan, dan yang kulihat adalah Tirta, tengah
berdiri didepan mejaku! “Oh? Apa? i. .. ni?”aku amat gugup benar. Betul sekali.
Aku sempat menengok ke kanan dan ke kiri, juga kebelakang, karena aku
benar-benar salah tingkah. Dan beberapa detik kemudian, aku baru ingat, aku
masih menyelipkan pensil ditelingaku. Aku ambil dengan segera, Tiara! Kau amat
terlihat bodoh! “Maaf Ta,
tadi tanya apa?” aku malah balik bertanya kepadannya. “Ini Ra, soal ini apa
kamu bisa?” Tirta mengulanginya. Tapi Tirta tidak menatapku sedikitpun. Dia malah menatap bukuku, dan beberapa
saat kemudian, “Ra, pinjam ya buku ya, mau dicopy ke buku saya!” Tirta setengah
senyum-senyum mengatakan itu padaku, kemudian dia kembali duduk di kursinya.
Aku pun iya-iya saja, aku hanya bisa terdiam.
“Jangan sampai kamu salah
tingkah Tiara!” aku mecemooh diriku sendiri seperti itu. Sunnguh, sebelumnya
aku tak pernah seperti itu, aku hanya anggap Tirta sebagai teman yang
menyenangkan, hanya itu saja. Setauku, dia juga banyak diperebutkan oleh
perempuan-perempuan di kelas. Pernah sampai suatu hari, Tirta meninggalkan kami
semua, karena dia tersinggung, dengan perempuan yang memberinya sebatang
cokelat merk dagangnya ndak usah disebut kali ya. Hihihiii.. pokoknya dia
menyembunyikan amarah dAri teman-temanya dengan pergi menjauhi kami. Itulah
dia, pandai menyembuyikan perasaan.
***
Setelah beberapa waktu ini dekat dengannya, meski hanya lewat sms dan
slalu dibuat bingung karena rasa penasaran, mengapa-mengapa dia seperti itu.
Hehehhee... tapi pada akhirnya aku jalani juga. Eitttsss.. tapi kedekatan itu tidak seperti yang
kalian bayangkan ya, hanya dekat ‘lebih dekat dAri sekedar teman biasa’ itu saja,
jadi jangan berfikir macam-macam tentang Aku ya. Begituuu..
Namun, semakin kesini, Tirta tidak hanya berani menyapaku lewat pesan.
Kalau aku berPapasan dengan dia, dia pasti membalas dengan senyuman, atau
bahkan dia menggodaku dengan ledekan apapun yang membuat aku ingin membalasnya
lagi. Tapi tetap dengan nada tanpa ekspresi. Seharusnya aku sarankan dia untuk
sekolah para aktor.
Dia itu orang yang menyenangkan benar ternyata. Dan suatu hari ketika
pesan yang aku kirim kepaDanya tidak kunjung ada balasan, aku benar-benar
merasakan makna galau dalam hidup. Orang tua ku tidak memberiku uang jajan 1
minggu aku tidak pernah segalau ini. Tapi hanya karena Tirta., aku sampai harus
menArik selimut di atas ranjang, padahal mereka ndak salah apa-apa. Wajar kan? Tirta,
teman laki-laki SATU-SATUnya yang dekat denganku saat ini. Dia bahkan lebih
menyenangkan dAri sahabatku , Dany.
Sikap Tirta padaku semakin lunak. Dia tidak sungkan lagi datang dan
balik lagi ke mejaku untuk sekedar bertanya mengenai pelajaran atau melakukan
hal lain. Eeiitss.. jangan mikir macam-macam, maksudnya berdiskusi kelompok
loh. Aku selalu bertukar fikiran dengannya, untungnya setiap ada pembagian
kelompok, aku diperbolehkan memilih partner, dan aku selalu berebut dengan
teman perempuan ku yang lain, ya jelas ingin memperebutkan Tirta.
Biar ku jelaskan Siapakah Tirta itu.
Tirta lahir di (setauku) di daerah ujung pulau , aku lupa nama daerahnya,
dia lebih muda 2 bulan dAri ku. Setauku juga, semenjak kecil sudah menetap dan
bersekolah disini, di Banjar Negara, Jawa Tengah. Satauku juga inimah, Tirta
semenjak Tk sudah banyak mencuri perhatian orang dengan kemampuannya itu. Tau
kenapa? Dia pernah diikutkan orang tuanya untuk lomba berhitung cepat melawan
anak kelas 3 SD. Itu lomba ditingkat kota. Sangat mengagumkan! sewaktu SD, ya, aku pernah 1 bulan sekelas
dengannya dikelas 4 saja. IV A. Dulu aku lebih suka ditempatkan dikelas VI B
bersama Dany, semenjak kelas 1 B. Bosaan sekali memang. Aku tidak begitu tau
kepribadiannya bagaimana. Aku pun harus pindah setelah 1 bulan Tirta masuk, dia
anak yang pendiam tapi menghasutkan, ups salah maksudnya menghanyutkan, bapak
dan ibu guru jadi lebih suka menaruh perhatian lebih kepadannya dibanding
kepada ku dan Dany yang jelas-jelas kami bintang kelasnya. Aku harus pindah
karena ikut orang tua ku pindah ke tempat lain karna urusan pekerjaan. Memang
agak sedikit jauh ya.
Aku dan Tirta serta Dany bertemu kembali pada satu SMA yang sama. Kalau Aku dan Dany kita di
SMP yang sama, entah dengan Tirta. Aku baru sadar ketika pengabsenan di kelas.
Nama ku satu abjad dengan namanya, ‘TIARA’ selanjutnya ‘TIRTA’ . Aku benar-benar baru sadar
pada hari itu, kalau Tirta yang dipanggil barusan adalah Tirta teman sebulan ku
di SD. Setelah menengok 90o ke kanan, aku baru benar-benar yakin
kalau dia Tirta si pemalu itu.
Semenjak hari itu aku mulai berteman dengannya, hanya sekedar teman.
Tidak dekat sama sekali. Sesekali kita mengobrol. Tirta lebih nampak bersifat
dingin ketika disisinya adalah perempuan, tapi ketika bersama sahabat
laki-lakinya, dia pasti sumringah dan amat hangat menyenangkan, dia pribadi
yang unik.
Dia juga satu-satunya siswa terpilih mewakili sekoalh dalam olimpiade
fisika tingkat kota. Dia juga dapaat peringkat ke tiga setelah Aku. Setauku , Tirta
mahir dalam permainan sepak bola atau futsal, hanya saja, dia paling tidak bisa
jika disuruh push-up. Dia bodoh atau apa ya? Aku tidak tau, tapi jelas dia
tetap menawan. Dia pernah meninggalkan pelajaran dan melakukan pertandingan
antar pelajar se pulau jawa, dia mendapat dispensasi selama 1 minggu kala itu.
Enak -.-.
Tirta itu, tinggi, putih bersih, senyumnya tidak pernah sama dengan
orang lain yang terkadang terlihat tidak tulus, akan ku jamin, jika kalian
melihat senyumnya, kalian akan segera mengambil ponsel dan ingin meminta
berfoto bersamanya, hanya saja kalian malu dengan Tirta, betul? Yap, karena Aku
juga alami sendiri perasaan alamiah seperti itu. Wajar wajar wajar! Selalu saja
ada yang special dAri dirinya.
Karena dia seorang atlet, tentu badannya tidak lunglai seperti
laki-laki di kelas yang lain, dia atletis. Paling suka sama pelajaran
Penjasorkes, karena
dia bisa tanding futsal dengan teman-temannya. Aku sering meledeknya, “Tirta!
Pasti paling semangat kalau olahraga!’’ aku katakan itu dengan amat penuh
semangat, tapi Tirta membalas dengan senyumnya, dia sibuk dengan
teman-temannya. Malu pasti ya. Tapi aku sudah terbiasa dengan itu. Lagi pula
pada saat itu, bagiku, Tirta hanya seorang teman.
***
Pesan yang tak terbalas itu larut bersama bintang-bintang malam. Pagi
sekali, pukul 04.30 aku sudah terbangnn, mempersipakan diri untuk ke sekolah. Hari
ini, sabtu! Aha! Hanya ada dua mata pelajaran, tidak memberatkan punggungku.
Tapi aku suka kedua pelajaran itu.
Pukul 05.47 sedang kusisir rambut lebat, hitam berkilau ku, banyak
yang memuji keadaan alami rambutku, tentu ini bukan karena shampoo, so, aku tak
perlu sebutkan merk dagangnya kan. Hahahhaa.. ketika sudah siap, tancap tenaga
untuk menuruni 37 anak tangga, aku langsung menuju ruang makan, MamaPapa ku
sudah menunggu. Tidak banyak terjadi perbincangan di ruang makan. Kali ini , Papa
ku yang akan mengantar sekolah. Sudah setengah tujuh, aku berpamitan pada Mama,
aku menuju sekolah ku. Aku sebenarnya tidak sabar bertemu dan menatap Tirta.
Biasanya Pak Rustam yang mengantarku ke sekolah, supir yang sudah
bekerja pada Papa bertahun-tahun lamanya, tapi entah kenapa kali ini Papa ingin
mengantar ku. Dan aku senang , Papa sempatkan waktu untuk mengantar anak
tunggalnya ini sekolah, tapi sialnya, padahal ini kali pertama masa SMA diantar
Papa, kali pertama juga aku kena macet! Aku memaksa pada Papa untuk mengijinkan
aku untuk keluar dan meneruskan perjalanan sendiri, tentu dengan tidak berjalan
kaki, bodoh sekali aku ini, lagi macet total, tapi naik angkot juga. Motor pun
sulit lewat, Papa mengijinkan aku. Aku langsung mencium Papa dan turun, bising
sekali pokoknya , suara klakson mobil
dan motor bahkan becak rombeng sekalipun.
Ini sudah pukul 07.04. aku pasti akan terlambat. Aku harus jalan
sekitar 1 km lebih. “Apa ndak ada siswa yang jalan juga, minimal menemani aku
toh” desahan ku semoga di dengar tuhan. Aku bahkan tak memikirkan jam pertama,
aku sudah membayangkan aku membersihkan toilet karena aku terlambat, itu
konsekuensinya.”Mba!” ada seseorang menepuk pundakku secara tiba-tiba, dengan
reflek aku membuka mulut dan setengah berteriak, entah seberapa hancur
ekspresiku saat itu,aku bahkan hendak mengambil posisi lAri sambil mencengkeram
lengan ranselku sendiri. Bagaimana tidak, suara itu tiba-tiba datang dan
mengejutkan. Ternyata dia adalah Tirta. “Mba? Rambutnya tuh, berantakan!”
dengan Tirta berkata seperti itu dia tambah membuat ku malu setengah mati, aku
sudah kaget, gugup, dan malu.Oh Tiara, mending dirimu nyebur ke comberan saja.
Tapi Tirta sempat memberithuku sesuatu yang penting. Dia bercerita kalau
ponselnya hilang, dia sudah mencoba mencAri sepanjang jalan, tapi dia juga yakin itu akan percuma, pasti sudah ada
yang mengambilnya. Aku tidak banyak berkata-kata hingga pada akhirnya, “Mba?
Saya kesana dulu ya . Ada urusan.”Tirta menutup pembicaraan. “Oh iya Mas Tirta.” Aku
membalasnya dngan senyuman semanis mungkin.
***
Sampai dimuka gerbang, “Loh kok sepi sekali!” aku heran tujuh
keliling.masa libur? Hari sabtu ini. apa aku yang salah hari, ada rapat apa.
Aku berkata dalam hati lagi, apa karena macet . seluruh warga sekolahku
berjalan kaki juga. “Tiara.. hari ini masuk siang, jam 10.00 baru masuk , Tiara”
Pak Satpam datang dan langsung mengatakan itu padaku. “Ahh, luppaa Pak!” aku
benar benar lupa untuk mengingat itu. Aku juga mana ingat untuk bertanya pada
kawan kawan , pasti mereka tidak memberitahuku, karena mereka sangka , aku
sudah tau dan tidak akan lupa! Ohh benar benar menyebalkan. “Gimana? Mau masuk
saja?” tanya pak satpam “Iya pak. Mau apa juga di gerbang aja.” Aku tidak berfikir panjang lagi.
Aku harus puas menunggu dua setengah jam sampai benar-benar seluruh siswa
kumpul di kelas. Dany yang baru saja datang dan duduk, aku langsung ajak
biacara, “Dan, tadi Tiara kesekolah jam tujuh.” Tuturku dengan malu-malu. Aku
juga menceritakan tentang pertemuan dengan Tirta.
“Ta! Wihh.. Arsenal kalah1 payah!”Ari langsung memotong jalan Tirta , padahal dia baru
saja sampai didepan pintu kelas. “Weh, santai mas Brow, nanti juga main lagi
bakal babat habis musuh” Tirta tersenyum senyum dengan manis dan sumringah. Arsenal
adalah tim sepak bola favoritnya.
Mendengar suara Tirta, Dany bangkit dan langsung menunjukya dengan
amat lurus ke tatapan mata Tirta sambil berteriak “Tirta! Walah walah! Sampean
ora beres! Kenapa ndak kasih tau Tiarahari ini msauk siang, hah? Padahal kamu
sendiri tau kan?” “he’em.. Mas Tirta jahat.” Aku memanja pada Dany. Tirta
menjawabnya dengan amat santai dan mengagumkan menurutku, “Saya juga berangkat
pagi, pakai seragam juga, tapi saya ndak lupa kalau hari ini masuk siang.” “Ada
benarnya juga Ra! Kamu sih pake acara lupa-lupa segala” Dany malah memojokkan
ku. “loh belanya aku mba, bukan Tirta yang sampan bela” Aku tertawa , Tirta
tersenyum saja. Dany kembali duduk di kursinya dan mengambil posisi tidur
dimeja sambil menutupi wajahnya dengan tas. Sudah menjadi kebiasaan. Aku masih
berbincang-bincang dengan Tirta. Dan Tirta menutup pembicaraan ini dengan apik
juga. Dia meminta maaf karena tidak memberitaunya tentang hal itu, dia kira,
aku punya urusan sehingga aku datang pagi. “Mba Tiara, maaf ya tadi.” Tirta
mengucapkan itu dengan amat lembut. Aku menatapnya dengan manja sambil meremas lengan bajunya
dan berkata, “ndak apa-apa mas Tirta.. ini pengalaman unik juga” tanganku
menyentuh lembut setiap bagian tangannya , saat sampai di pergelangan
tangannya, Tirta meraihnya sesaat dan melepaskannya. Secepat itu juga ia duduk
di kursinya. Aku masih kaget. Entah ada yang melihatnya aatau tidak. Tapi yang
jelas, hari ini, aku berhasil meraihnya...
***
Minggu, sehari setelah kejadian itu, aku ingin cepat hari senin
rasanya. Ingin kembali melihat Tirta dengan lembut seperti hari sabtu.
Tapi-tapi setelah itu, aku mendapatkan info penting yang aku syukuri,
bahwasannya Tirta bukan penyuka sesama jenis. Berarti sebenarnya dia tertarik
pada perempuan.
“Ta? Ko ndak sms sih?” kemudian aku ingat , “Oiya, Hpnya hilang!” aku
berbicara sendiri dikamar. Mentari pagi membawa semangat yang indah. Rencananya aku akan pergi bersama
Dany. Katanya dia punya kejutan indah. Hehehe.. ndak sabar pengen tau. Setelah
bersiap-siap, aku kenakan gaun yang kontras dengan warna kulit ku, rambut yang
panjang ini, kugerai indah, aku ingin terlihat cantik sekali. Setelah menunggu Dany
menjemput beberapa saat, aku pergi juga dengannya ke pusat perbelanjaan
terbesar di Kota ku. “Yah Dan, kenapa
ndak bilang mau kesini? kalau gitu aku bawa daftar buku yang akan aku beli” aku
sedikit mennyesal. Aku kan pelupa. Aku tidak ingat mana buku yang akan kubeli.
“udahh! Kamu ngga bakal inget deh ama itu buku-buku kamu Ra” Dany meyakinkan
ku.
Setelah masuk, Dany membawa ku duduk di sebuah tempat makan, aku
sendiri sibuk mengingat daftar buku yang akan kubeli dan tiba-tiba “Maaf yoo
lama menunggu” “Tirta? Oh? Apa ini? sengaja apa engga ?” Aku bingung kenapa Tirta
ada dihadapan ku tiba-tiba. “Jelas kita sudah janjian dong Ra” tutur Dany. Perjalanan kami sangat lama. Aku baru selesai
bicara dengan Tirta pukul
dua siang. Banyak sekali obrolan yang kami bicarakan. Kami pulang
masing-masing, Tirta harus ikut latihan sepak bola, Dany harus menjemput
ibunya, Aku jadi pulang sendiri, aku menolak Pak Rustam untuk menjemputku.
***
Sore hari aku menunggu Pak Rustam menjemputku, tapi dengan ditemani Kak
Syukron. Dia mantan ketua MPK. Dia kenal dengan keluarga ku. Kami mnegobol lama
sekali. Obrolan kami sangat bermakna.aku sempat berterimakasih atas kebaikannya
menemaniku. Sesampainya di rumah aku dapat kabar kalau Dany akan pindah ke palembang. Aku amat
terkjut.bagaimana mungkin, baru saja 3 hari
yang lalu kita berjalan-jalan. Aku mencoba menghubunginya tp sulit, dia
bilang dia sedang tidak ingin diganggu, kenyataanya dia berbohong! Aku menangis
semalaman karena aku pasti akan seperti kehilangan separuh tubuhku. Dany
melarangku menemuinya untuk saat ini, ponselnya tak dapat dihubungi. Kini aku
baru sadar, dia benar benar sahabat ku. Dia sudah terlanjur dalam perjalan ke
pulau Sumatera sana, aku jadi mengingat bagaimana sosok sahabatku itu. DANY
PUTERI BINAVAN, perempuan yang super tomboy tapi memiliki rasa sayang yang luar
biasa terhadap sahabatnya.
Akulah sahabatnya.Aku slalu mengabaikan kata kata ‘aku sayang pada mu sahabatku’
aku tidak pernah ucapkan itu pada Dany. Padahal Dany banyak mengorbankan hal –
hal untuk membuatku senang. Aku kini menginginkan Dany kembali..
***
Hubunganku dengan Tirta semakin erat. Kami kini saling menjaga satu
sama lain, Tirta bahkan sering datang ke rumah untuk main, dan belajar serta
bertemu orang tuaku. MamaPapaku sangat mendukung hubungan kami, karena diantara
kami tidak ada yang merugikan satu sama lain, ya itupun setelah melihat progres
nilai kami. “Papa mau ajak kamu main PS lagi tu. Cuma sekarang Papa masih di
kantor” aku ingat pada pesan Papa untuk Tirta. “Papa mu kalah terus” Tirta
kemudian menutup wajahnya dengan buku seakan menutupi ejekan yang keluar dari
mulutnya.
Ujian kelulusan tengah kami jalani, kami mengurangi aktifitas kami
bertemu. Kami tetap fokus pada tujuan hidup kami masing-masing. Ya, aku juga
sambil mengingat, ini sudah 1 tahun 4 bulan Dany tidak ada dalam kehidupanku.
Aku amat merindukannya.
Ketika kami dinyatakan lulus dengan nilai amat memuaskan, kami juag
sudah diterima di PTN yang terfavorit di negeri ini. Sayangnya, kami terpisah .
Tirta harus ke ITB. Dan Aku mengambil di UB.
Keberangkatan Tirta ke Bandung sejam lagi, aku dan keluarga siap-siap ke
bandara.Perpisahan itu sangat memilukan benar. Ayah dan Ibu Tirta mencium
anaknya dengan penuh kasih sayang, kemudian MamaPapaku memeluk dan menciumnya
pula, aku yang terakhir mendapat giliran menyentuhnya, Tirta menArik lengan
kananku dan meraih pundakku selebut memeluk sebuah boneka. Aku tak kuasa
menahan tangis, air mata ini menetes tanpa ragu , ketika Tirta mengusap pipiku
dan membisiskan kata “I love You” sekejap aku berhenti terisak. Dan Tirta
mencium keningku dengan perlahan. Setelah moment indah itu, Tirta yang
mengenakan jas hitam dan kemeja putih, dipadu dengan bawahan jeans dan sepatu
menarik kopernya kedalam bandara lebih jauh, lebih jauh, hingga aku tak dapat
lagi melihat bayangannya.
Aku kembali ke rumah dan aku pun bersiap pindah ke Malang. Orang tua ku
menemani dan akan tinggal disana untuk beberapa hari.
***
Kali ini aku sudah resmi menjadi mahasiswi di UB. Dan taukah kalian?
Aku sudah bertemu dengan sahabatku lagu, Dany..! Dany pindah lagi kemari dan kuliah disini tapi dengan fakultas yang
berbeda dengan ku. Tak apa! Aku sudah mendapat penjelasan kenapa dia pergi tiba – tiba seperti itu.
Akupun tidak marah sama sekali paDanya. Aku menjadi merasa kembali pada masa
SMA dulu. Dimana aku dan Dany selalu bersama, hanya Tirta saja yang tidak
bersama kami. Masih ingat kisah pada halaman pertama? Obrolan aku dan Dany
dikantin? Ini lanjutan kisahnya, flashbacknya sudah selesai
Jadi ada Pria yang menyukaiku, dan Dany terus bertanya dan meledekku,
aku jadi sebal paDanya. Padahal Dany bilang sendiri, dirinyalah yang menyukai
Pria itu, “Ayolah Ra, dia suka loh sama kamu Ra” Dany mengoceh lagi. “Dan,
denger ya, aku punya Tirta disana. Jangan coba-coba meledekku lagi” aku
menegaskannya. “Kalau dilihat lihat dia miripTirta ya Ra!” Dany benar-benar membuatku
marah.
***
“Beberapa
hari ini Dany berubah, aku sedkit sebal paDanya.” Aku berbincang dengan Tirta
lewat telfon. “Aku ngga mungkin tau dia kenapa bisa begitu” Tirta kembali tanpa
ekspresi. “Iya pasti mas ndak akan tau,”
pada akhirnya obrolan kami tidak hanya tentang Dany, tapi ke masalah kami
masing-masing, meluapkan rindu .
Malam sekali pukul satu dini hari, aku ditelfon seseorang yang
menggunakan ponsel Dany, kalau Dany kecelakaan dan parah keadaanya di rumah
sakit. Aku diminta ke rumah sakit saat itu juga..aku tanpa gas dengan mobil
selarut itu, aku tidak merasakan kantuk sedikitpun. Sesampainya disana aku
menemani Dany dalam kondisi dia sadar. Dany memintaku untuk membaca dan
memiliki buku catatannya yang dia simpan dalam lokernya di kampus, aku sambil
menangis ketika Dany mengatakan itu. Dany memintaku untuk keluar dan pulang,
dia bilang dia ingin istirahat.
Aku terduduk seketika melihat dari pintu ruangan Dany, aku menangis
dengan suara tertahan. Aku takut kehilangannya, aku menelfon Tirta sambil
sesenggukan , Tirta terus mencoba membuatku tenang. Sekian hari aku bolak balik
rumah sakit, Dany tidak mengalami perkembangan, malah mengalami penurunan. Pada
hari itu aku putuskan untuk tidak ke rumah sakit, aku tidak sanggup meilhat Dany
lagi. Aku ke kampus Dany dna mengambil buku catatan itu. Aku baca di kamar ku
sambil membayangkan wajah Dany dan Tirta.
Kubuka halaman perhalaman buku catatan biru tebal sekali itu. Catatn
apa itu , aku tau setelah membacanya, itu diary milik Dany, sejak SD hingga
kuliah. Aku sempat terkekeh membaca kata tiap kata yg ia tulis. “Bodoh! DanyDany,
“ aku sempat ucapkan itu ketika Dany menulis dalam bukunya, ‘kenapa ya aku
terlahir dalam tubuh wanita’ hahahahaha.. dia memang amat tomboy.
Aku membaca sambil menagis meraung di kamar, aku amat menyesal tidak
mengetahui ini, Dany.
(Halaman pertama)
Diary.. Aku punya teman baru nih,, namanya Tiara Rizvan Arsyani,
bagus ya namanya diary.. aku harap dia jadi sahabatku. Do’ain ya Diary..
Udah dulu ya Diary juli
2001
Diary.. aku sedih banget nich.. masa Tiara mau pindah. Aku udh kenal
dia banget tau. Udah 4 tahun loch kita kenal sekarang mau pindah. Tapi tapi
diary, aku jg dpet temen baru loch namanya Tirta! Guanteeenngg tauu. Dia juga
pemaluu.. aku kayanya suka deh sama dia diary, Tiara? Kamu harus tau ini ya..
Udah dulu deh diary coret-coretnya oktober
2004
(halaman 236)
Hari ini aku bahagia, aku sekelompok dengan Tirta untuk ujian seni tAri.
Tirta imut banget deh .Tiara! aku beneran suka deh kayanya sama dia. Mudah”an
dia satu sekolah ama kita nanti di SMP. Kayanya kalau kamu liat Tirta yg
skarang, kamu pasti suka dia.. mei
2006
(halaman 324)
Hari pertama masuk smp. Aku bertemu sahabatku. Tiara. Tiara
bertambha cantik dan tinggi. Sayangnya, Tirta ngga ada disini, nanti kalau kita
ketemu Tirta, akan aku ceritakan tentangnya.
Kamu jangan suka ya ama dia Ra. Juli
2006
(halaman 498)
Tuhan aku berhasil brtemu dengannya. Orang yang aku cintai amat aku
cintai, seandainya tuhan, waktu itu tepat, aku tidak akan bisa merelakan Tirta
untuk Tiara. Tapi karena ketidak tepatan itu, aku belajar untuk merelakan cinta
ku untuknya. Aku ingin berbagi crita pada sahabatku, kalau aku mencintai orang
yang dia cintai.. tp itu menyakitinya..Tuhan, jika kau panjangkan umurku, maka
biarkan aku menutupi rasa ini pada Tirtaa.. bisakah kau katakan pada Tirta aku
mencintainya? Aku tau kau punya banyak cara.. juli
2010
(halaman 527)
Hari ini, Tiara mendapatkan pesan mu Tirta, aku bahagia, akhirnya
kamu dapat teman yang pasa untuk kau ajak berbagi, ketika kudengar itu, aku
meremas rok ku dibawah meja , aku sedih menahan air mata, aku berusaha menahan
ekspresi itu dengan mencoba terseyum. Tiara.. itu adalah keinginanmu untuk
memilikinya.. Desember 2012
(halaman 621)
Kisah cintaku tak pernah rumit tuhan.
Hari sebelum ini, hari ini, dan hari sesudahnya, aku dan penantianku
akankah berakhir?
Aku pernah membelamu Tiara dihadapanya dengan menunjuknya dengan
tanganku, tepat dimatanya, aku gemetar Tirta, aku balikkan badanku dan menatap Tiara.
Aku ingin kau tau, itu pertama kali aku sedekat itu denganmu
Hari itu juga aku melihat engkau meraih jemAri lembut Tiara. Aku
melihatya dibalik tas ku. Aku meneteskan bebrapa air mata disana Tirta. Aku
juga ingin itu tuhaan..
Pernah kau berjalan bersama Tiara dan aku hanya meratapinya dAri
kejauhan, aku juga menginginkanya tuhan..
Aku tunggu waktu yang seperti itu dalam hidupku.. aku hancur melihat
laki-laki yang nampak sepertmu Tirta.. betapa beruntungnya hidup mu Tiara..kamu
miliki segalanya. Aku iri padamu, tapi aku pun terlalu sayang padamu. Kini aku
hanya mencintai orang yang mencintai orang lain, dan aku barada diantara
keduanya. Kau tau? Betapa sulitnya memendam perasaaan ini begitu lama? Aku
harap aku tidak merasakannya lagi.Ini catatan terakhirku tentangmu Tirta...
Selamat tinggal kisah cinta abadi dalam kenangan
Aku cinta padamu
--2013---
Dany Puteri Binavan
Bersambung…