Sabtu, 03 Desember 2016

Sebuah Pertanyaan

Beberapa saat yang lalu saya mendengar sebuah pertanyaan yang menarik perhatian saya. Pertanyaan yang begitu sederhana namun entah kenapa begitu menarik perhatian saya. Pertanyaannya adalah, “kenapa orang-orang barat begitu kritis terhadap suatu hal sedangkan kita – orang indonesia – tidak?”
Apakah kalian tahu jawaban dari pertanyaan tersebut? Atau malah kalian ingin menyangkal pernyataan yang ada di dalam pertanyaan tersebut? Sialakan berdiskusi sesuka hati kalian, karena memang tidak ada yang salah dengan berdiskusi. Namun kali ini, izinkan saya memberikan pemikiran saya untuk menanggapi pertanyaan di atas.
Sebelum itu saya ingin mengutip kalimat yang mungkin sangat kita kenal karena terdapat di bagian bawah buku tulis kita. Sebuah kalimat singkat yang sarat makna menurut saya. Kalimat tersebut adalah, “people become fool when they stop asking question,” yang artinya kira-kira, orang-orang menjadi bodoh ketika mereka berhenti bertanya. Dari kalimat itu saja kita telah mendapatkan kisi-kisi jawaban dari pertanyaan di atas. Bagai ada peraturan tak tertulis di Indonesia yang mengharuskan warganya untuk diam dan mengikuti tanpa banyak bertanya. Semua orang begitu canggung untuk menanyakan hal yang tidak diketahuinya karena menganggap hal tersebut wajar untuk diketahui. Sehingga orang yang tidak mengetahui hal itulah yang dianggap aneh. Hal tersebut tertanam dalam setiap orang-orang. Bahkan terkadang ada sebuah kata yang telah banyak digunakan, namun hanya sedikit orang yang mengetahui persis apa arti dari kata tersebut. Mengapa bisa begitu?
Kita – orang indonesia – terbiasa dengan ucapan, “sudah dari dulu begitu,” dan kalimat sejenisnya. Ketika orang bertanya dan selalu mendapatkan jawaban begitu, lama-kelamaan ia menjadi tidak tertarik lagi dengan hal-hal di sekitarnya. Ia akan selalu menganggap semua hal yang aneh memang dari sononya begitu. Sehingga ia merasa mempertanyakan hal tersebut adalah tindakan yang bodoh. Jika kalimat tersebut dibalik, maka kita akan mendapatkan pernyataan yang tepat. Kita menganggap mempertanyakan suatu hal adalah tindakan yang bodoh karena kita terbiasa mendapatkan jawaban, “memang dari sononya begitu,” atau kalimat yang serupa.
Jika memang telah terbiasa maka biarlah terbiasa. Sekarang bagaimana cara memperbaiki hal tersebut? Jawabannya hanya satu, mulailah memerhatikan segala hal yang terdapat disekitar kita. Jika kau memang memerhatikan baik-baik, kau akan menemukan beberapa pertanyaan-pertanyaan konyol yang mungkin sangat aneh untuk ditanyakan. Misal, kenapa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah? Atau mungkin, dari mana debu itu berasal? Dan hal bodoh lainnya yang bahkan telah kau ketahui jawabannya. Jika kau menemukan pertanyaan sulit yang tak kau ketahui jawabannya, maka carilah jawaban dari pertanyaanmu itu. Dengan melakukan hal ini terus-menerus, lambat laun kau akan terbiasa berpikir kritis.
Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Ada pertanyaan-pertanyaan yang bermanfaat, ada pula yang tidak. Nah, mempertanyakan hal yang tidak bermanfaat inilah yang hanya akan membuang waktumu saja. Pertanyaan yang tidak bermanfaat contohnya pertanyaan yang diluar nalar manusia. Seperti mempertanyakan alam ghoib, mempertanyakan masa depan yang bahkan belum pasti, dan semacamnya.
Mungkin sekian pemikiran saya menanggapi pertanyaan di atas. Jika ada hal yang kurang tolong ditambahkan, jika hal yang lebih tolong jangan dikurangi. Maafkan bila ada perkataan yang tidak berkenan di hati dan terima kasih telah membaca. Sampai jumpa di kesempatan lainnya.

Kamis, 03 November 2016

Hanya

Hanya sebuah langit yang sedikit lebih biru dari biasanya
Hanya sebuah malam yang sedikit lebih tenang dari biasanya
Hanya sebuah tanah yang sedikit lebih hangat dari biasanya
Hanya sebuah pohon yang sedikit lebih beragam dari biasanya
Entah kenapa terasa begitu indah ketika menatapnya
Entah kenapa terasa begitu rindu ingin bertemu dengannya
Tanyalah pada rumput yang bergoyang
Itulah pertanda jawabnya

Sabtu, 28 Mei 2016

Epilog

Seperti hari-hari yang sudah lewat kami lalui dengan canda tawa. Saling suka berharap tiada duka disisinya. Mungkin sudah lama sejak seseorang menulis di blog yang kami buat dahulu ketika masih menggebu-gebu di kelas X2 dulu. Sekarang semua telah tertutup debu. Hari ini tanggal 28 Mei 2016, tak lama lagi tiba waktu untuk kami mengangkat senjata. Bukan, bukan untuk memerangi kolonial yang dulu pernah menjajah negri ini, melainkan untuk memerangi kebodohan dan kemalasan dalam diri. Dalam medan yang dihadiri seluruh pejuang-pejuang seluruh negri. Dari Sabang hingga Merauke, dari sagu hingga pete, dari cantik hingga kece. Kau tahu? Saya males berlama-lama jadi saya hanya mengetik satu paragraf. Yah, meski semuanya tidak penting sama sekali. Hanya curahan hati seorang murid bu Emi hanya curahan didikan bu Rima dan bu Sri. Ah, kalau saya tahu bakalan jadi seperti ini, saya akan lebih bersenang-senang bersama mereka dulu. Namun apalah daya diri saya yang hanya bisa menatap waktu yang terus berjalan. Sungguh, semua telah menjadi dewasa sekarang dan semua akan tertutup debu. Tak apalah, toh walau tertutup debu bukan berarti menghilang dari dunia ini.

- H A B I B -